MAKALAH ULUMUL QUR’AN

“AL-QUR’AN DAN SEJARAH PENULISAN AL-QUR’AN”

 

Tanggal Penyusunan   : 10  Oktober 2011

 

Disusun Oleh :

          Faisal Akhbar                            NIM : 1211707025

Fakultas Sains dan Teknologi

Jurusan Teknik Elektro – 1/A

 

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

Jalan A.H. Nasution Nomor 105 Telepon (022) 7800525

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.             Latar Belakang

Al-Qur’an adalah mukjizat Islam yang kekal dan mukjizatnya selalu diperkuat oleh kemajuan ilmu pengetahuan. Ia diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah, Muhammad SAW untuk mengeluarkan manusia dari suasana yang gelap menuju yang terang, serta membimbing mereka kejalan yang lurus.

Dalam catatan sejarah dapat dibuktikan bahwa proses kodifikasi dan penulisan Qur’an dapat menjamin kesuciannya secara meyakinkan. Qur’an ditulis sejak Nabi masih hidup. Begitu wahyu turun kepada Nabi, Nabi langsung memerintahkan para sahabat penulis wahyu untuk menuliskannya secara hati-hati. Begitu mereka tulis, kemudian mereka hafalkan sekaligus mereka amalkan.

Pada awal pemerintahan khalifah yang pertama dari Khulafaur Rasyidin, yaitu Abu Bakar Shiddiq, Qur’an telah dikumpulkan dalam mushhaf tersendiri. Dan pada zaman khalifah yang ketiga, ‘Utsman bin ‘Affan, Qur’an telah sempat diperbanyak. Alhamdulillah Qur’an yang asli itu sampai saat ini masih ada.

1.2.            Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah “Al-Qur’an dan Sejarah Penulisan Al-Qur’an”.

Untuk memberikan kejelasan makna serta menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya dibatasi pada :

  1. Apakah definisi dari Al-Qur’an?
  2. Bagaimana sejarah penulisan Al-Qur’an?

1.3.Tujuan Penulisan

Pada dasarnya tujuan penulisan karya tulis ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah untuk mendapatkan nilai tambah mata kuliah Ulumul Qur’an.

Adapun Tujuan khusus penyusunan makalah ini adalah :

  1. Mengetahui apa definisi dari Al-Qur’an.
  2. Mengetahui sejarah penulisan Al-Qur’an.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.               Definisi Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah risalah Allah SWT pada manusia semuanya. Seperti dijelaskan dalam surat Al-Furqan ayat pertama, sebagai berikut :

“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar Dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam.” (Q.S. Al-Furqan:1)

Namun para ulama telah berbeda pendapat dalam menjelaskan kata Al-Qur’an dari sisi: derivasi (isytiqaq, cara melafalkan (apakah memakai hamzah atau tidak, dan apakah ia merupakan kata sifat atau kata jadian. Para ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkannya menggunakan hamzah pun telah terpecah menjadi dua pendapat:

  1. Sebagian dari mereka, diantaranya Al-Lihyani, berkata bahwa kata “Al-Qur’an” merupakan kata jadian dari kata dasar “qara’a” (membaca) sebagaimana kata rujhan dan ghufran.
  2. Sebagian dari mereka, diantaranya Al-Zujaj, menjelaskan bahwa kata “Al-Qur’an” merupakan kata sifat yang berasal dari kata dasar “al-qar” (yang artinya menghimpun.

Para ulama yang mengatakan bahwa cara melafalkan kata “Al-Qur’an” dengan tidak menggunakan hamzah pun terpecah menjadi dua kelompok:

  1. Sebagian dari mereka, diantaranya adalah Al-Asy’ari, mengatakan bahwa kata “Al-Qur’an” diambil dari kata kerja “qarana” (menyertakan) karena Al-Qur’an menyertakan surat, ayat dan huruf.
  2. Al-Farra’ menjelaskan bahwa kata “Al-Qur’an” diambil dari kata dasar “qara’in” (penguat) karena Al-Qur’an terdiri darikata-kata yang saling menguatkan dan kemiripan antara satu ayat dengan ayat yang lainnya.

Pendapat lain bahwa Al-Quran sudah merupakan sebuah nama personal (al-‘alam asy-syakhsyi), bukan merupakan derivasi, bagi kitab yang telah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Al-Qur’an pun merupakan sebagai mukjizat Nabi Muhammad SAW sebagai bukti bahwa Nabi Muhammad adalah benar-benar rasul yang diutus oleh Allah SWT. Rasullullah juga pernah menantang orang-orang arab dengan Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka dan mereka pun ahli dengan bahasa itu dan retorikannya. Namun ternyata mereka tidak mampu membuat apa pun seperti Al-Qur’an, atau membuat sepuluh surah saja, bahkan satu surah pun seperti Al-Qur’an. Maka terbuktilah kemukjizatan Al-Qur’an dan terbukti pula kerasulan Nabi Muhammad SAW.

1.2.Proses Penulisan Al-Qur’an

Proses penulisan Al-Qur’an terdiri dari beberapa tahapan atau masa. Yaitu pada masa Nabi Muhammad SAW, masa khulafa’ur rasyidin, dan pada masa setelah khulafa’ur rasyidin.

1.      Pada Masa Nabi Muhammad SAW

Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang sangat dirindukan oleh Nabi Muhammad SAW. Sehingga kerinduan Nabi Muhammad SAW terhadap kedatangan wahyu tidak sengaja diekspresikan dalam bentuk hafalan, tetapi juga dalam bentuk tulisan. Oleh karena itu penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad ditempuh dengan dua cara :

  1. Pertama, al Jam’u fis Sudur.

Rasulullah amat menyukai wahyu, ia senantiasa menunggu turunnya wahyu dengan rasa rindu, lalu menghafal dan memahaminya. Persis seperti dijanjikan Allah SWT dalam surat Al-Qiyamah ayat 17, sebagai berikut :

“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” (Q.S. Al-Qiyamah:17).

Oleh sebab itu, Nabi Muhammad SAW adalah hafiz (penghafal) Al-Qur’an pertama dan merupakan contoh paling baik bagi para sahabat dala menghafalnya, sebagai ralisasi kecintaan mereka kepada pokok agama dan sumber risalah. Setiap kali Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, para sahabt langsung menghafalnya diluar kepala.

2.    Kedua, al Jam’u fis Suthur.

Selain di hafal, Rasulullah juga mengangkat para penulis wahyu Al-Qur’an dari sahabat-sahabat terkemuka seperti Ali, Mu’awiyah, Ubay bin Ka’b dan Zaid bin Sabit. Bila ayat turun, beliau memerintahkan mereka menuliskan dan menunjukan tempat ayat tersebutdalam surah, sehingga penulisan pada lembaran itu membantu penghafalan didalam hati.

Proses penulisan Al-Qur’an pada masa Nabi Muhammad SAW sangatlah sederhana. Mereka menggunakan alat tulis sederhana dan berupa lontaran kayu, pelepah kurma, tulang belulang dan berbagai tempat lainnya. Selain para sekretaris Nabi Muhammad SAW tersebut, para sahabat juga melakukannya tanpa sepengetahuan Nabi Muhammad SAW.

1.    Pada Masa Khulafa’ur Rasyidin

  1. Pada Masa Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq

Sepeningal Rasulullah SAW, istrinya `Aisyah menyimpan beberapa naskah catatan (manuskrip) Al Quran, dan pada masa pemerintahan Abu Bakar r.a terjadilah Jam’ul Quran yaitu pengumpulan naskahnaskah atau manuskrip Al Quran yang susunan surah-surahnya menurut riwayat masih berdasarkan pada turunnya wahyu (hasbi tartibin nuzul).

Usaha pengumpulan tulisan Al-Qur’an yang dilakukan Abu Bakar terjadi setelah Perang Yamamah pada tahun 12 H. Peperangan yang bertujuan menumpas habis para pemurtad dan juga para pengikut Musailamah Al-Kadzdzab itu ternyata telah menjadikan 70 orang sahabat penghafal Al-Qur’an syahid.  Khawatir akan hilangnya Al-Qur’an karena para penghafal Al-Qur’an banyak yang gugur dalam medan perang. Lalu Umar bin Khattab menemui Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq untuk mengumpulkan Al-Qur’an dari berbagai sumber, baik yang tersimpan didalam hafalan maupun tulisan.

Namun pada awalnya Abu Bakar pun tidak setuju dengan apa yang diusulkan oleh Umar bin Khattab. Karena menurutnya, Nabi Muhammad SAW pun tidak pernah melakukannya. Tetapi Umar bin Khattab terus membujuk Abu Bakar untuk melakukannya, dan akhirnya Allah SWT membukakan hati Abu Bakar untuk menerima usulan tersebut. Kemudian Abu Bakar pun memerintahkan Zaid bin Sabit untuk melakukannya. Seperti Abu Bakar sebelumnya, Zaid bin Sabit pun menolak perintah Abu Bakar dengan alas an yang sama. Setelah terjadi musyawarah, akhirnya Zaid bin Sabit pun setuju.

2.   Pada Masa Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan.

Pada masa pemerintahan Usman bin ‘Affan terjadi perluasan wilayah islam di luar Jazirah arab sehingga menyebabkan umat islam bukan hanya terdiri dari bangsa arab saja (’Ajamy). Kondisi ini tentunya memiliki dampak positif dan negatif.

Salah satu dampaknya adalah ketika mereka membaca Al Quran, karena bahasa asli mereka bukan bahasa arab. Fenomena ini di tangkap dan ditanggapi secara cerdas oleh salah seorang sahabat yang juga sebagai panglima perang pasukan muslim yang bernama Hudzaifah bin Al-Yaman.

Inisiatif ‘Utsman bin ‘Affan untuk menyatukan penulisan Al-Qur’an tampaknya sangat beralasan. Betapa tidak, menurut beberapa riwayat, perbedaan cara membaca Al-Qur’an pada saat itu sudah berada pada titik yang menyebabkan umat Islamsaling menyalahkan dan pada ujungnya terjadi perselisihan diantara mereka.

‘Utsman bin ‘Affan memutuskan agar mushaf-mushaf yang beredar adalah mushaf yang memenuhi persyaratan berikut:

  1. Harus terbukti mutawatir, tidak ditulis berdasarkan riwayat ahad,
  2. Mengabaikan ayat yang bacaannya dinasakh dan ayat tersebut tidak diyakini dibaca kmbalidihadapan Nabi Muhmmad SAW pada saat-saat terakhir,
  3. Kronologi surat dan ayat seperti yang dikenal sekarang ini, berbeda dengan mushaf Abu bakar yang susunan mushafnya berbeda dengan mushaf ‘Utsman bin ‘Affan.
  4. Sistem penulisan yang digunakan mushaf mampu mencakupi qira’at yang berbeda sesuai dengan lafazh-lafazh Al-Qur’an ketika turun,
  5. Semua yang bukan mushaf Al-Qur’an dihilangkan.Pada masa ini, Al-Qur’an mulai dalam tahap penyempurnaan dalam penulisannya. Mushaf yang ditulis pada masa ‘Utsman bin ‘Affan tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh. Setelah banyak orang non-Arab memeluk Islam, mereka merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat dan bertitik itu. Pada masa khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), ketidak memadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim terkemuka saat itu dan pada karena itu pula penyempurnaan mulai segera dilakukan.

3.  Pada Masa Setelah Khulafa’ur Rasyidin.

Pada masa ini, Al-Qur’an mulai dalam tahap penyempurnaan dalam penulisannya. Mushaf yang ditulis pada masa ‘Utsman bin ‘Affan tidak memiliki harakat dan tanda titik sehingga dapat dibaca dengan salah satu qira’at yang tujuh. Setelah banyak orang non-Arab memeluk Islam, mereka merasa kesulitan membaca mushaf yang tidak berharakat dan bertitik itu. Pada masa khalifah ‘Abd Al-Malik (685-705), ketidak memadainya mushaf ini telah dimaklumi para sarjana muslim terkemuka saat itu dan pada karena itu pula penyempurnaan mulai segera dilakukan.

Upaya penyempurnaan itu tidak berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi sampai abad III H (atau akhir abad IX M.).

BAB III

PENUTUP

 

3.1.            Kesimpulan

Dari kesimpulan makalah ini, dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an merupakan risalah Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk pedoman hidup manusia dan juga sebagai mukzijatnya serta sebagai bukti keRasulannya. Dan sejarah pengumpulan dan penulisan Al-Qur’an seperti yang kita baca saat ini merupakan atas kehendak para sahabat nabi. Dan awal mula yang mengusulkan pengumpulannya adalah atas inisiatif Umar bin Khattab.

3.2.Saran

Kita sebagai umat Islam seharusnnya lebih giat untuk membaca dan mengamalkan isi ajaran yang terkandung didalam Al-Qur’an. Sebagaimana para sahabat nabi yang telah berupaya mengumpulkan, menuliskan, serta merapihkan susunan isi Al-Qur’an namun tidak merubah satu kata pun isi ketika awal turun kepada Nabi Muhammad SAW.

Apalagi sampai kita belajar lebih dalam lagi untuk mempelajarinya. Karena sekarang sudah ada studi yang khusus mempelajari Al-Qur’an yaitu Ulumul Qur’an (Ilmu Al-Qur’an).

DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Qattan, Manna Khalil (2011). Studi Ilmu-Ilmu Al-Qur’an. Bogor: Pustaka Litera AntarNusa.

Amrullah, M. (2010). Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an. Diakses Pada Oktober 8, 2011, dari Scribd: http://www.scribd.com

Anwar, Rosihon. (2010). Ulum Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia.

Wikipedia. (2011). Al-Qur’an. Diakses Pada Oktober 8, 2011, Dari Wikipedia, Ensiklopedia Bebas: http://id.wikipedia.org